Rabu, 14 September 2016

MULYANI HASSAN : Mensinergikan Syiar Dan Bisnis Busana Muslim Melalui De Mey's



Mulyani membangun De Mey’s dengan niat membantu sesama saudari muslimah. Membantu dalam artian mengajak para muslimah berpakaian sesuai syar’i dengan harga yang terjangkau. Meski tak mudah, namun lambat laun usahanya makin berkembang. Sambil berdagang Mulyani juga fokus membentuk grup Noesantara Project. Sebuah kelompok yang tak hanya mengenalkan budaya tapi menggalang dana bagi kemajuan masyarakat di tepi wilayah Indonesia.

Perjalanan Mulyani Hassan memulai usaha busana Muslim De Mey’s bermula pada Ramadhan 2015. Ketika itu, Mulyani dalam penuh kepasrahan melepas beasiswa studi ke Jepang karena sedang mengandung anak pertama. Pada saat yang sama, keputusan untuk resign dari tempat bekerja sudah diambil. Setelah itu, tekad untuk memulai bisnis pun hadir. Dan akhirnya, alumnus Universitas Indonesia ini pun mencoba berjualan dua mukena di laman Facebook. Butuh waktu bagi Mulyani yang mengaku awalnya anti dengan berdagang. Setelah menemukan nikmatnya berdagang, langkah menjual produk orang lain pun terus berlanjut. Ini disebabkan ketiadaan modal yang mencukupi. Imbasnya, Mulyani hanya bisa menjalankan sistem dropship (sistem yang meminta seller atau supplier untuk mengirimkan barang/pesanan kepada customer) untuk mukena, gamis, hingga kain.

Keteguhannya perlahan mulai membuahkan hasil. Tak lama berselang, tawaran untuk mengajar di salah satu bimbingan belajar hadir. Pada saat yang sama, pelanggan demi pelanggan berdatangan. Berbekal keberanian, Mulyani pun mengambil sebagian dari gajinya untuk memulai produksi sendiri. Jumlahnya tak banyak, hanya sepuluh potong. Prosesnya dilakukan di sebuah usaha konveksi butik. Hasilnya ternyata memuaskan, karena dijual dengan harga murah dengan kualitas bahan dan jahitan yang sangat baik. Dari sini tekad Mulyani makin menguat. Tidak hanya berbisnis, melainkan juga berdakwah via penjualan pakaian syar’i.  Sebelumnya, Mulyani sering melihat produsen baju gamis di pasaran, sering menjual dengan harga yang sangat mahal. Maka dari itu, ia ingin menjual dengan harga yang terjangkau, karena tidak hanya sekedar jualan, tapi ingin sekali juga bisa mengajak para muslimah untuk sama-sama berpakaian syar’i.

Keinginan Mulyani menyinergikan bisnis dan syiar semakin menguat tatkala melihat para penjahit yang didominasi pria paruh baya di tepi jalan. Usaha mereka dalam permak baju dinilainya murah, yaitu hanya Rp 10 ribu per potong. Sementara untuk hal yang sama di konveksi butik bisa menelan biaya Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu. Fakta ini membuat Mulyani semakin mantap melanjutkan bisnis sekaligus berdakwah dan membantu penjahit. Baginya tidak masalah untung sedikit asal dapat membantu orang bergamis dan membantu penjahit. Mulyani pun bersyukur, sampai sekarang selalu dipertemukan dengan penjahit-penjahit yang bagus keahliannya. Para penjahit itu berasal dari Desa Cibalanarik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Mereka tadinya merupakan penjahit-penjahit langganan merek ternama. Namun, setelah merek tersebut maju, para penjahit itu ditinggalkan. Akhirnya, Mulyani pun mengajak kerja sama. Kebetulan, teman-teman penjahit punya misi yang sama dengannya. Tidak mengutamakan kuantitas tapi kualitas, meskipun tidak juga menjual produk dengan harga yang mahal.


Pencapaian Mulyani sejauh ini tentu membuat orang tuanya bahagia. Apalagi sedari kecil, Mulyani mengisahkan, keinginannya untuk memiliki baju begitu sulit. Sebab, sang ibu biasanya harus berhutang kepada penjual baju. Dan Mulyani senang, kalau sekarang bisa memberikan baju terbaik untuk kedua orangtuanya, dan itu produknya sendiri. Walaupun Mulyani mengaku, tadinya kedua orang tuanya sempat kecewa karena mereka berharap setelah berjuang dengan susah payah untuk mencari beasiswa, kelak Mulyani bisa jadi orang kantoran atau dosen, bukan menjadi pedagang. Tapi sekarang, harapan orang tuanya mulai terlihat, walau masih sangat jauh dari bayangan mereka.

Saat ini, De Mey’s masih terus mengembangkan produk-produknya. Ke depan, usaha ini akan merilis gamis maupun mukena dengan bonus gratis tas pandan ramah lingkungan karya pengrajin Tasikmalaya. Selain pengembangan produk, Mulyani juga terus menambah bekal diri berupa ilmu pemasaran. Harapannya tentu agar daya jangkau produknya meluas walaupun ada keterbatasan modal. Dari sisi omzet, setiap bulan De Mey’s menjual sekitar 400 potong mukena hingga gamis. Margin bersihnya sejauh ini tercatat Rp 6 juta sampai Rp 7 juta. Seiring berjalannya waktu, Mulyani meyakini usahanya ke depan akan semakin maju. Semua berkat keridhaan Allah SWT, tekad, kerja keras hingga niat mulia untuk membantu sesama.

Di samping De Mey’s, Mulyani beserta rekan-rekan sejawat yang pernah mengikuti program pertukaran pemuda di Malaysia pada 2012, mendirikan Noesantara Project. Tujuannya adalah menyatukan warisan budaya bangsa seperti seni, bahasa, kerajinan, kuliner, dan kain. Fokus Noesantara Project tidak hanya pengenalan budaya dari pelosok negeri, melainkan juga menggalang donasi melalui wirausaha agar dapat membantu pegembangan kualitas sumber daya manusia di wilayah perbatasan Tanah Air. Mereka memang senang dengan dunia pendidikan dan ingin support pendidikan di daerah perbatasan dengan usaha mereka sendiri. Jadi, Noesantara Project berjalan dengan tujuan keuntungannya didonasikan ke edukasi nonformal anak-anak di perbatasan. Usaha ini diawali dengan pengembangan community development and socioheritagepreneurship kain nusantara. Terdapat dua lokasi pilot project, yaitu di Desa Peltamak Kepulauan Anambas dan Papua. Proyek ini juga melibatkan para penjahit De Mey’s.

Termasuk dari keuntungan De Mey’s Mulyani alokasikan juga untuk kegiatan ini. Produk-produk yang dijual Noesantara Project juga sangat direspons dengan baik oleh pasar. Meski saat ini pengembangan Noesantara Project masih terkendala sejumlah aspek, Mulyani beserta rekan tetap memiliki harapan besar. Mimpinya, program Noesantara Project ini keuntungannya betul-betul bisa dipakai untuk membuka banyak sekolah gratis di perbatasan. Karena dulunya Mulyani dan rekan-rekannya pernah mengabdi dalam pendidikan di perbatasan. Dan bagian sociopreneur-nya juga ingin dikembangkan menjadi online market seperti Tokopedia. Jadi dengan nama Noesantarapedia yang khusus menjual produk etnik dari pengrajin-pengrajin pedalaman yang asli. Hanya saja mimpi ini dikatakan Mulyani masih cukup jauh. Masih banyak PR yang harus ia dan rekan-rekannya lakukan. Namun mereka tetap berharap bisa terus meluruskan niat dan mengajak kawan-kawan seantero nusantara bisa berkontribusi di program ini.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar