Selasa, 22 November 2016

LUTFIAH HAYATI : Membangun Muslimah Melalui Komunitas Hujan Safir.


Kaum perempuan memiliki peran vital bagi perkembangan sebuah peradaban. Kuat dan rapuhnya sebuah negara bergantung pada perempuan-perempuannya. Kesadaran inilah yang mendorong Lutfiah Hayati untuk mendirikan sebuah komunitas bernama Hujan Safir. Komunitas yang lahir pada September 2014 ini bertujuan untuk menambah ilmu dan wawasan para Muslimah. Komunitas Hujan Safir fokus bergerak di bidang pendidikan, sosial, dan kesenian. Menurut Lutfiah, ide membentuk Hujan Safir lahir berkat kolaborasi dengan aktris Muslimah, Meyda Sefira. Lutfiah dan pemeran tokoh Husna dalam film Ketika Cinta Bertasbih itu sama-sama berjuang untuk menggagas terwujudnya komunitas Hujan Safir.

Ide membentuk komunitas Hujan Safir diinspirasi oleh jalinan kerja sama Lutfiah dan Meyda pada 2013. Keduanya berkolaborasi untuk menerbitkan sebuah buku dan mini album bertajuk Hujan Safir. Sebenarnya, buku itu adalah autobiografi Meyda Sefira. Tapi di dalamnya berisi juga album musikalisasi puisi yang berduet dengan Lutfiah. Seluruh keuntungan dari hasil penjualan buku dan mini album Hujan Safir itu disumbangkan Lutfiah dan Meyda untuk dimanfaatkan sebagai bantuan kemanusiaan atau korban bencana alam.


Berkat buku dan mini album itu, Lutfiah bersama Meyda berkeliling ke beberapa kota di Indonesia, termasuk pesantren-pesantren serta perguruan tinggi untuk mempromosikan karyanya. Perjalanannya berkeliling Indonesia membuka sebuah kesadaran pada diri Lutfiah. Ia harus bisa menjadi seorang perempuan yang lebih baik di masa depan dan harus menyadari potensi dan keahliannya. Bukan hanya menjadi perempuan yang hafal tutorial berjilbab dan cara berdandan, melainkan juga harus mampu meneladani para pejuang perempuan masa silam. Sehingga, nantinya akan lahir perempuan yang tajam pemikirannya, tetapi tetap lembut hatinya.

Pemikirannya itu senapas dengan Meyda Sefira. Pada titik inilah Lutfiah terpikir untuk membuat sebuah komunitas yang dapat memberikan pendidikan kepada para Muslimah. Tidak hanya pendidikan akidah atau keagamaan, tetapi juga pendidikan kesenian dan keterampilan. Akhirnya, pada September 2014, Lutfiah dan Meyda menggagas terbentuknya komunitas Hujan Safir. Lewat komunitas ini, Lutfiah berharap dapat memberikan sedikit kontribusi untuk sesamanya, yakni para Muslimah. Gebrakan awal yang dilakukan komunitas ini adalah menggelar pesantren kilat khusus Muslimah, terlebih saat itu bertepatan dengan Ramadhan.


Tak disangka, dalam waktu singkat, program yang diluncurkan komunitas Hujan Safir ini berhasil membetot perhatian sejumlah Muslimah dari berbagai daerah, seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Riau, dan Lampung. Usianya pun beragam, mulai dari 18 tahun hingga 30 tahun. Program pesantren kilat itu dihelat di Lembang, Bandung Barat, Jawa Barat, selama tiga hari. Sedangkan, untuk pemateri, Lutfiah mengundang atau melibatkan tokoh-tokoh di luar komunitasnya. Pesantren kilat itu pun mendulang sukses. Pascaprogram itu, Lutfiah mulai mengajak para anggota komunitas untuk terlibat dalam sebuah proyek pementasan teater atau lebih tepatnya drama musikal.

Untuk kegiatan tersebut, Hujan Safir bekerja sama dengan komunitas teater Kabaret di Bandung. Tema cerita yang dipilih untuk pementasan ini adalah tentang kisah sukses seorang sultan bernama Muhammad Al-Fatih. Ia adalah sultan Turki Ustmani yang berhasil menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur dan Konstantinopel. Lutfiah sendiri yang menulis naskah untuk pertunjukan ini bersama perwakilan dari Kabaret. Karena bentuknya berupa drama musikal, maka Lutfiah pun turut bernyanyi. Setelah melalui berbagai persiapan dan latihan, drama musikal Muhammad Al-Fatih pun dipentaskan di Dago Tea House, Bandung. Jawa Barat, pada Januari 2016. Menurut Lutfiah, banyak anggota komunitas Hujan Safir yang mendapatkan pengalaman baru ketika menggarap proyek pementasan tersebut. Mereka banyak belajar dan proyek pementasan ini menjadi tempat aktualisasi diri.

Setelah proyek pementasan drama musikal tuntas dan cukup sukses, Lutfiah kini juga sedang mendorong beberapa anggota komunitas Hujan Safir untuk menerbitkan sebuah buku, yang rencananya buku tersebut akan diberi judul Hujan Safir Pecinta Hujan. Untuk proses penerbitan buku tersebut, Lutfiah menghadirkan pembimbing yang memang pandai, mahir, dan mengetahui seluk beluk dunia kepenulisan atau sastra. Dengan begitu, anggota komunitasnya memiliki kemampuan menulis dengan baik. Ia tentu berharap karya atau hasil tulisan para anggotanya memiliki kualitas cukup baik. Menurut Lutfiah, buku tersebut akan berbentuk antologi cerita pendek. Di dalamnya tersaji sekitar 15 cerita pendek, termasuk karyanya sendiri.  

Selain pendidikan dan kesenian, Lutfiah juga mengajak para anggota Hujan Safir untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan sosial. Salah satu aksi sosial yang digagas Lutfiah adalah membagikan paket pendidikan gratis, berupa perlengkapan alat tulis dan uang tunai, untuk para santri berprestasi. Untuk kegiatan tersebut, ia bersama anggota Hujan Safir telah melakukan penggalangan dana dengan memanfaatkan sosial media. Aksi ini juga mendapat sokongan dari beberapa anggota komunitas Forum Indonesia Muda. Komunitas Hujan Safir akan menyalurkan hasil penggalangan dana itu kepada para santri berprestasi yang tengah menimba ilmu di pondok pesantren di Desa Ciwaringin, Cirebon, Jawa Barat.

Lutfiah berharap semoga gerakan ini nantinya bisa dilaksanakan juga untuk beberapa pesantren lainnya. Lutfiah mengaku mendapat pelajaran dan ilmu agama yang cukup banyak dari pesantren. Ia pernah menjadi santri di Pondok Pesantren Modern Gontor Putri 1. Karena itulah, ia memutuskan untuk membuat program atau kegiatan berbagi paket pendidikan gratis untuk para santri dengan bantuan para anggota Hujan Safir. Hal itu ia lakukan semata-mata untuk membalas jasa atau peran pesantren dalam hidupnya. Berkat gemblengan pondok pesantren pula, ia selalu berupaya mengaktualisasi dirinya. Karena dulu saat masih berada di Gontor, salah satu kyainya pernah berkata bahwa pergerakan kita atau badan kita harus bergerak dengan beberapa nilai dan tujuan, yakni ibadah, seni, luhurnya budi pekerti, serta akhlak. Kata-kata ini yang selalu menjadi motivasinya.

Kini, komunitas Hujan Safir yang digagasnya kian berkembang. Jumlah anggota komunitas itu telah mencapai sekitar 150 orang. Lutfiah berharap keberadaan Hujan Safir dapat menjadi bagian dari solusi untuk memecahkan problem-problem bangsa, terutama yang berkaitan dengan isu perempuan, pendidikan, dan sosial. Ia yakin benar kaum perempuan memiliki peran vital dalam berkembangnya sebuah peradaban. Seperti Mahatma Gandhi pernah berkata, mendidik perempuan sama dengan mendidik peradaban. Karena kuatnya sebuah negara tergantung dari perempuan-perempuannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar