Sabtu, 03 Januari 2015

JUHAINAH INTAN MAHARANI : Pendamping Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Stragetis NURUL FIKRI-Yogyakarta




Setiap muslim dibebani kewajiban menyampaikan kebenaran meski hanya satu ayat. Kewajiban ini lazim disebut dengan dakwah. Dakwah bukan hanya hak milik para mubaligh yang menyampaikan kajian Islam lewat mimbar. Namun mengajak manusia ke jalan Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik memiliki banyak cara. Menjadi pendamping mahasiswa muslimah dalam Program Pembinaan Sumber Daya Manusia Strategis (PPSDMS) Nurul Fikri juga salah satu lahan dakwah. Seperti halnya yang dijalani muslimah muda kelahiran Purworejo, Juhainah Intan Maharani.

Intan, begitu ia lebih akrab disapa, memang berkeinginan mendalami agama meski ia kuliah di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Sebagai kota pelajar, Yogyakarta menawarkan beragam pilihan aktivitas bagi mahasiswa. Salah satunya menjamurnya pondok pesantren (ponpes) mahasiswa. Ponpes mahasiswa di Yogyakarta digemari karena banyak mahasiswa yang ingin mendalami ajaran agama lebih dalam. Intan pun menelaah beberapa ponpes mahasiswa yang ingin ia masuki. Dan meski bukan berlatar ponpes, namun program PPSDMS Nurul Fikri yang mirip ponpes mahasiswa menarik bagi Intan.

Ia mengaku sedari awal sudah jatuh cinta dengan program-program PPSDMS Nurul Fikri. Baginya, program PPSDMS yang berbasis asrama bagi mahasiswa bisa lebih efektif membekali calon pemimpin bangsa. Baik bekal akademik, wawasan, dan agama. Terlebih mahasiswa yang dibina berasal dari universitas umum yang tidak berlatar agama. Program ini berfokus menghasilkan alumni yang aktif, prestatif, dan berwawasan luas. Intan bercerita, saat masih berstatus mahasiswa tahun 2009, ia berhasrat ingin menjadi bagian dari PPSDMS Nurul Fikri. Namun saat itu belum ada PPSDMS untuk putri di Yogyakarta. Ia pun akhirnya mendaftar sebagai santri di ponpes mahasiswi lain di Yogyakarta.

Baru pada 2012, PPSDMS regional Yogyakarta membuka asrama untuk putri. Intan pun langsung mendaftar sebagai supervisor, mengikuti proses, hingga akhirnya diterima. Baginya, PPSDMS itu seperti cita-cita karena sinkron dengan mimpinya. Dan makin ke sini semakin terasa bahwa dirinya bisa bermanfaat dengan menjadi pendamping bagi mahasiswa yang bergabung. Intan bercerita, program PPSDMS Nurul Fikri memiliki perbedaan dengan pondok pesantren mahasiswa. Persamaannya hanya pada asrama dan pembekalan bagi pesertanya. PPSDMS juga bukan hanya berbicara tentang wawasan dan kepahaman agama, tapi juga memberikan bekal kepemimpinan, persiapan masa depan (life plan), dan leadership project. Selain itu penerima beasiswa PPSDMS diajarkan berpikiran terbuka, obyektif, moderat, dan rendah hati. Intinya mereka disiapkan menghadapi realitas dan memberikan kontribusi.


Secara garis besar, tugasnya sebagai supervisor adalah membantu penerima beasiswa untuk memiliki empat jati diri. Muslim produktif, aktivis berprestasi, aktivis pergerakan, dan kebersamaan kekeluargaan. Sebagai pendamping, mahasiswi Fakultas Biologi ini mengakui, selalu ada tantangan. Seorang pendamping asrama yang menumbuhkan karakter Islam mestilah memiliki sibghah (celupan) Islam terlebih dahulu. Intan mengaku beruntung berasal dari keluarga yang Islami. Ayahnya adalah seorang kiai besar NU di daerahnya. Meski seorang kiai besar, Intan mengaku sosok ayahnya adalah pemuka agama yang moderat. Ia diajari hal mendasar dalam agama, tapi ia dibiarkan sampai menemukan sendiri makna Islam. Tentunya juga sambil diarahkan. Termasuk dalam berhijab. Intan mengaku ia memutuskan berjilbab bukan karena kultur keluarga, namun karena ia mengerti jika yang benar adalah menutup aurat.


Termasuk pula dalam usahanya memahami nilai dakwah dan segala aspeknya. Intan bersyukur, juga memiliki tiga kakak perempuan yang juga ikut membantunya dalam menemukan pemahaman tersebut. Dan bekal itulah yang ia bawa kala mendampingi peserta PPSDMS Putri regional Yogyakarta. Ia mengaku membutuhkan ketelatenan dan kesabaran terutama dalam menciptakan ukhuwah dengan adik bimbingannya. Intan smengaku selalu mengisi ‘bahan bakar’ kesabarannya dengan selalu menjaga kedekatan hubungan dengan Allah SWT. Karena terasa sekali kalau kedekatan dengan Allah SWT turun, pengaruh perlakuannya terhadap adik-adik bimbingannya juga ikut turun.

Intan juga mengharuskan diri untuk belajar dengan memiliki mentor yang khusus terkait pembinaan (mentor karir), membaca buku tentang psikologi, berbagi dengan sesama pengurus asrama di regional lain atau selain institusi PPSDMS. Intan mengaku mendapatkan kepuasan kala melihat adik yang ia bina bisa tumbuh dan semakin dekat dengan Islam. Melihat mereka memiliki cita-cita untuk kebaikan agama itu sangat membahagiakan, dan yang paling membahagiakan adalah ketika melihat mereka tumbuh melebihi dirinya.