Kamis, 30 Maret 2017

Inne Rachma Hardjanto : Fotografer Berhijab Yang Taklukkan Industri Mode Eropa.


Tak tebersit di benak Inne Rachma Hardjanto akan menekuni profesi sebagai fotografer profesional. Sejak masih duduk di bangku SMA hingga kuliah, Inne hanya menjadikan bidang ini sebagai pengisi waktu luang. Seiring berjalannya waktu, keahlian Inne pun semakin terasah. Hingga sekarang, dia menjadi salah satu fotografer ternama di Belanda. Sudah cukup banyak proyek pemotretan yang melibatkan model dan merek ternama di berbagai negara Eropa yang dia garap. Dengan balutan jilbab, Inne pun tampil percaya diri menjepret top model ternama di catwalk level dunia.

Awal keputusan Inne untuk menjadi fotografer dimulai ketika harus meninggalkan Indonesia. Dia menemani suaminya bertugas di Belanda pada 2004. Berselang dua tahun, Inne sudah menetap di Negeri Kincir Angin tersebut. Selama tinggal di Belanda, Inne mengaku memiliki cukup banyak waktu untuk menyalurkan hobi fotografinya, selain juga bepergian atau travelling. Tanpa diduga-duga, Inne ditawari oleh rekannya untuk menggarap proyek pemotretan model dan produk mode dari salah satu merek busana milik Belgia. Lulusan Universitas Rotterdam ini diminta untuk membuat promo iklan berupa foto fashion dan beauty. Selain itu, juga diminta untuk membuat online present untuk para model yang dipotretnya, Jadi, Inne harus campaign artis tersebut secara online, baik melalui website juga weblog.


Proyek pemotretan perdana tersebut digarap Inne seorang diri. Mulai menentukan konsep, proses eksekusi, hingga fase pascaproduksi. Inne mengaku, mendapat cukup banyak ilmu dan pengalaman dari proyek pemotretan perdananya itu. Kendati merupakan pengalaman perdana, klien Inne cukup puas dengan hasil pekerjaannya. Sejak itu, mantan dosen ilmu manajemen di Universitas Indonesia ini mulai menemukan jaringan yang lebih luas untuk pekerjaan dan hobinya. Seusai menuntaskan proyek perdananya, Inne mulai terlibat di beberapa proyek industri mode di negara-negara Eropa. Tak hanya itu, dia pun mulai berkenalan dengan berbagai desainer busana yang cukup kondang di sana. Pekerjaan yang ditawarkan kepada Inne tidak lagi hanya seputar pemotretan model dan mengkampanyekannya di jejaring internet. Inne juga mulai menggarap proyek, seperti pembuatan katalog sejumlah desainer dan brand. Ada juga campaign untuk diterbitkan di majalah, billboard, leaflet, calender brand, dan lain-lain.

Walaupun cukup banyak klien dari kalangan desainer dan merek mode Eropa yang ingin menggunakan jasa pemotretannya, semua itu tidak membuat nilai-nilai keislaman yang dianutnya goyah. Seperti diketahui bahwa produk busana atau mode Eropa, memang sering kali mengumbar bagian tubuh perempuan. Bila terdapat klien yang memintanya untuk memotret busana-busana vulgar atau membuka aurat, Inne selalu menolak. Hanya busana yang sopan atau tidak terbuka yang ingin ia abadikan. Kendati demikian, hal tersebut tidak menyurutkan minat para desainer atau produsen mode di sana untuk tetap menggunakan jasa Inne. Menurut Inne, ada selalu beberapa hal yang menjadi acuan kliennya sebelum mengajak bekerja sama. Di antaranya, adalah sikap atau tingkah laku serta profesionalisme. Jadi, kombinasi semuanya sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan kerja sama di kemudian hari.


Setelah cukup lama berkarier secara profesional di dunia fotografi, pada 2010 Inne mendirikan Picturesque Production (PP). Pembentukan PP merupakan bentuk keseriusan Inne dalam menekuni bidang mode. Inne mengungkapkan, salah satu tujuan dibentuknya PP adalah untuk melayani klien, yakni para desainer dan produsen mode ketika hendak menyelenggarakan acara pertunjukan mode atau fashion show. Kegiatan PP sendiri cukup banyak. Inne menjadi event director yang merancang acara, mulai konsep, pemilihan tempat, staf pekerja atau tim, penata rias artis dan model, rekrutmen desainer, membangun relasi dengan media, dan lain-lain. Setelah membentuk PP, salah satu acara yang diikuti Inne adalah Amsterdam Fashion Week. Dalam acara itu, Inne bertindak sebagai partisipan dan vendor model sekaligus desainer, karena dia sudah menjalin kerja sama langsung dengan direktur Amsterdam Fashion Week.

Inne juga pernah memproduksi sebuah pertunjukan mode yang penggarapan sepenuhnya dilakukan oleh PP, yakni acara Cologne Fashion Week di Jerman dan Monki First Fashion Show in Europe. Di kedua acara tersebut, selain sebagai vendor Inne juga sekaligus menjadi special guest. Tak hanya itu, Inne pun pernah menggelar pertunjukan mode bernuansa Islam dalam acara Reception and Fashion Show Event. Untuk acara ini, Inne melibatkan beberapa desainer Tanah Air, seperti Irna Mutiara, Monika Jufry, dan Deden Siswanto. Dalam acara tersebut, semua model mengenakan hijab. Konsep serupa pun juga dieksekusi Inne dalam perhelatan Indonesia Cultural Fashion, yang digelar pada pertengahan Desember 2016. Selain menampilan busana-busana khas berbagai daerah di Indonesia, pada momen tersebut, Inne juga kembali menyuguhkan produk busana muslimah. Acara itu juga dimaksudkan untuk menjadi wadah menampilkan karya-karya desainer Indonesia.


Salah satu tujuan Inne membentuk PP dan menggelar pertunjukan mode bernuansa Islami adalah karena keinginannya untuk menunjukkan wajah Islam yang sesungguhnya kepada dunia, khususnya Eropa. Bahwa Islam itu sesungguhnya sangat ramah dan menyukai keindahan. Kaum Muslim pun juga tidak perlu ditakuti, karena kaum Muslim juga menyukai mode dan lainnya. Oleh sebab itu, Inne selalu berupaya menyasar masyarakat Eropa dalam berbagai kegiatannya. Hal itu semata-mata dilakukan agar pesan tentang Islam yang ramah dan menyukai keindahan dapat diterima dan dimengerti oleh mereka. Inne pun yakin ada banyak Muslimah khususnya mereka yang berasal dari Indonesia, dapat melakukan apa yang telah ia lakukan selama ini. Ia ingin membagi kisah dan inspirasi bahwa masyarakat Indonesia sejatinya mampu sejajar dengan Eropa. Kuncinya hanya profesionalisme, kerja keras, dan yang terpenting adalah kekuatan doa.


Senin, 20 Maret 2017

Gyan Puspa Lestari : Ketua Pengurus Pusat Pemudi Persis, Berdakwah Lewat Organisasi.


Sejak remaja, Gyan Puspa Lestari memang telah aktif dalam berbagai kegiatan di organisasi otonom Persatuan Islam Indonesia (Persis), yakni di Persatuan Islam Istri (Persistri), dan Pemudi Persis. Setelah aktif cukup lama, perjalanan dakwah mengantarkannya menjadi Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Pemudi Persis periode 2014-2018. Sekarang, Gyan tengah fokus memperkokoh karakter keislaman Muslimah, terutama mereka yang bernaung di bawah Pemudi Persis.

Gyan mengatakan, pada 1998, ia bersekolah di sebuah madrasah tsanawiyah milik Persis di Bandung, Jawa Barat. Ketika itu, dia juga telah aktif dalam organisasi siswa intra sekolah (OSIS). Di sana, Gyan menjalani amanah sebagai ketua OSIS untuk kalangan putri di sekolahnya. Di madrasah itu, ketua OSIS untuk siswa laki-laki dan perempuan memang dibedakan. Pada usianya yang masih sangat muda, Gyan juga telah terpilih sebagai mubaligah Persistri. Ia masuk mubaligah tingkat pimpinan daerah se-Kabupaten Bandung waktu itu.

Pada 2002, Gyan memutuskan untuk melanjutkan kuliahnya di Al-Azhar Mesir. Kendati terpisah dari berbagai kegiatan di Persistri dan Pemudi Persis, tak membuat nalurinya sebagai seorang kader Persis pudar. Ketika di Al-Azhar, Gyan menginisiasi berdirinya komunitas alumni pesantren Persis, yang waktu itu memang belum ada. Saat dibentuk, Gyan juga langsung terpilih sebagai ketuanya. 

Setelah membentuk komunitas tersebut, Gyan mulai menggelar kegiatan rutin untuk para anggotanya, yang ketika itu hanya berjumlah lima orang. Rutinitas mereka menyelenggarakan kajian, khususnya untuk memperdalam mata kuliah yang diajarkan. Di dalam forum ini, mereka mengasah kemampuan akademis. Seiring berjalannya waktu, anggota komunitas tersebut tidak hanya alumni pesantren Persis saja. Lambat laun, banyak pula mahasiswa asal Indonesia, yang tidak pernah bersekolah di lembaga pendidikan Persis, ingin bergabung dengan komunitas tersebut. Kendati demikian, Gyan tetap terbuka dan menerima mereka.

Lulus dari Al-Azhar pada 2007, Gyan kembali ke Indonesia. Namun, ketika itu ia sempat vakum dari berbagai kegiatan karena sedang mengandung. Tak lama setelah kepulangannya dari Mesir, Gyan terpilih menjadi pimpinan Pemudi Persis cabang Margaasih, Bandung, Jawa Barat. Perlu diketahui, Pemudi Persis Margaasih anggotanya terbanyak se-Indonesia, yakni sekitar 380-an anggota. Ketika menjadi pimpinan Pemudi Persis Margaasih, Bandung, Gyan merancang serangkaian kegiatan untuk para anggota. Kegiatan rutin biasa dilakukan pada Jumat. Setiap Jumat, mereka mengadakan berbagai kegiatan, seperti mendatangkan mubaligah dari pimpinan daerah, kajian kitab fikih, hingga seminar yang berkaitan dengan perempuan, seperti parenting dan tutorial hijab. Ragam kegiatan memang sengaja digelar oleh Gyan. Hal tersebut untuk memenuhi kebutuhan keilmuan dan keterampilan setiap anggotanya. Sebab memang tak sedikit anggota  Pemudi Persis Margaasih yang masih remaja. Menurut Gyan, awal perjalanan dakwahnya dimulai ketika ia menjabat sebagai ketua cabang Pemudi Persis Margaasih. 

Pada 2012, Gyan dipanggil PP Pemudi Persis untuk menjadi ketua atau koordinator divisi penelitian dan pengembangan (litbang). Ketika menjabat posisi itu, pengalaman berorganisasinya semakin matang. Sebab, saat aktif di litbang PP Pemudi Persis, Gyan seringkali mengkaji persoalan-persoalan internal organisasinya. Salah satunya adalah pola kaderisasi. Menurut Gyan, persoalan utama yang harus ditangani ketika menjabat sebagai koordinator litbang PP Pemudi Persis adalah perihal berkembangnya cara pandang bahwa perempuan ideal adalah mereka yang dapat merintis dan mengembangkan kariernya. Maksudnya adalah, ketika perempuan itu bisa berkarier, itu bisa menjadi sesuatu yang membanggakan. Tapi, terkadang mereka lupa ada kewajiban utama sebagai seorang Muslimah, yaitu harus tetap mampu berperan sebagai seorang istri dan ibu untuk anaknya.

Akhirnya, Gyan dan rekan-rekannya di litbang PP Pemudi Persis mendesain sebuah silabus untuk menangkal cara pandang tersebut. Silabus itu nantinya akan dijadikan acuan atau pedoman untuk seluruh kajian di Pemudi Persis, mulai pengurus pusat hingga cabang. Gyan berpendapat, fenomena wanita karier memang bukan hal dan sesuatu yang baru. Terlebih lagi dengan berkembang dan maraknya paham seperti feminisme. Namun, Gyan hanya ingin menegaskan fitrah sebagai seorang perempuan atau Muslimah. Islam, menurutnya, tidak pernah mengekang dan memperkosa hak-hak perempuan. Jadi, silahkan berkarier sesuai dengan potensi masing-masing. Tapi tetap ingat, fitrah dan batas-batas yang disyariatkan oleh Al-Quran dan sunah.

Gyan mengatakan, silabus tersebut saat ini telah diterapkan di Pemudi Persis. Penerapannya sendiri dilakukan tak lama setelah dirinya menjadi Ketua Umum PP Pemudi Persis dalam muktamar pada 2014 lalu. Selain penegasan fitrah melalui silabus, hal lain yang tengah dilakukan Gyan setelah didaulat sebagai Ketua Umum PP Pemudi Persis adalah merancang sebuah buku saku berpakaian dan berbusana untuk para anggotanya. Buku tersebut menjadi respons organisasinya terhadap perkembangan tren mode busana Muslimah saat ini. 

Gyan mengaku sangat gembira melihat perkembangan mode busana Muslimah dalam beberapa tahun terakhir. Sebab motif, bentuk, warna, dan modelnya sangat beragam. Ia tidak mempermasalahkan bila anggota Pemudi Persis mengikuti perkembangan tren mode busana Muslimah. Namun, mereka juga harus mengetahui aturan atau syariat yang telah ditetapkan Islam terkait hal tersebut. Menurutnya, masih banyak fenomena Muslimah berbusana, tetapi seolah tampil tanpa busana. Maksudnya adalah, mereka berpakaian, tapi lekuk tubuhnya sangat terbentuk. Bahan pakaiannya juga sangat tipis, yang akhirnya mengundang mata laki-laki untuk melihat.

Selain kedua hal tersebut, saat ini PP Pemudi Persis tengah berupaya merampungkan buku sirah jihad Pemudi Persis, dari awal didirikan pada 1954 hingga saat ini. Gyan mengungkapkan, buku sirah jihad tersebut akan menggambarkan bagaimana perjuangan Pemudi Persis sejak awal kelahirannya. Dipaparkan dari periode kepengurusan satu ke periode kepengurusan berikutnya. Dengan buku itu, Gyan berharap para anggota Pemudi Persis dapat lebih menghayati perjuangan organisasi. Bahwa perjuangan itu tidak mudah. Semoga nantinya anggota Pemudi Persis bisa mengambil pelajaran dan hikmah di dalamnya. Buku tersebut juga diikhtiarkan sebagai media untuk senantiasa memperbaiki diri. Yang kurang bisa dievaluasi dan perbaiki, sementara yang baik harus terus dikembangkan. Jadi, harapan Gyan, ke depan Pemudi Persis bisa berkiprah lebih baik lagi.




Sabtu, 11 Maret 2017

Erna Eruna, Mengukir Prestasi Lewat Cerpen dan Olahan Ikan di Turki.


Erna Eruna semringah. Perempuan berhijab ini baru saja mendapat tiket pesawat gratis ke Indonesia. Mahasiswi yang tengah kuliah di Turki ini akhirnya bisa pulang ke Tanah Air dan bertemu dengan keluarganya di Bandung, Jawa Barat. Tiket gratis yang diperoleh dari Radio Republik Indonesia (RRI) dihadiahkan kepada Erna sebagai imbalan usai memenangkan lomba cerita pendek (cerpen). Karya Erna berjudul Seiris Prasangka menjadi juara III karya sastra terbaik yang dikompetisikan di antara para pendengar siaran luar negeri Voice of Indonesia (VOI) LPP RRI dalam acara Bilik Sastra VOI Award.

Cerpen yang dibuatnya bercerita tentang tiga orang asing yang dilatarbelakangi oleh suasana sebenarnya. Erna memang sudah kuliah selama tiga tahun di Ege University, Izmir, Turki, ketika membuat cerpen tersebut. Dia mendapatkan beasiswa Burslari dari Pemerintah Turki. Sesuai dengan studinya di Institut Pertanian Bogor (IPB), Erna mengambil jurusan perikanan. Saat kuliah di Izmir, Erna bertemu dengan banyak teman dari beragam bangsa, budaya, dan bahasa. Dari pengalamannya itulah, lahir cerpen Erna tersebut.

Sebenarnya, perempuan kelahiran Bandung, 26 November 1990 ini tidak pernah belajar di sekolah menulis. Namun, Erna mulai terbiasa menggores tinta seiring dengan hobinya membuat memo di dalam buku harian. Diary itu dimiliki Erna saat dia mulai kuliah di IPB. Dia sengaja membuat buku harian karena sering kali lupa dengan hal-hal kecil yang dialaminya saat kuliah. Dari awalnya sekedar iseng-iseng, lama-lama jadi ketagihan.

Pada 2013, Erna berangkat ke EG University di Izmir. Di sana Erna mengambil jurusan pengolahan makanan ikan. Masa-masa awal di negeri dua benua ini, Erna mengaku sempat mengalami gegar budaya alias jetlag. Erna harus menyesuaikan diri dengan cuaca Turki yang sering kali berubah drastis juga makanannya. Hal belakangan ini, diakui Erna, menjadi adaptasi tersulit yang harus dilaluinya. Rasa makanan Turki yang begitu flat tidak sesuai dengan lidah Asia Erna. Meski demikian, perlahan Erna pun sudah bisa menyesuaikan. Makanan pilihannya sekarang adalah baklava dan kebab.

Hanya, Erna mengagumi karakter orang Turki. Selain banyak orang Turki masih memegang teguh ajaran agamanya, mereka juga memiliki kinerja layaknya orang Eropa, tetapi tetap ramah seperti orang Asia. Kenangan lain yang membuat Erna terpesona dengan warga Turki adalah loyalitas mereka kepada pemimpin. Erna berkisah, saat percobaan kudeta terhadap Presiden Recep Tayyip Erdogan pada 15 Juli 2016 lalu menjadi saksinya. Ketika itu, Erna terbangun tepat tengah malam. Dia mendengar banyak orang mengaji di masjid. Tak henti-henti mereka pun melantunkan zikir, tahlil, dan tahmid. Mereka semua sedang mendoakan Erdogan.

Hobi menulis Erna semakin menjadi di Turki. Dia pun mulai membuat blog. Erna menulis cerita-ceritanya di jangkarmerahmuda.blogspot.com. Beragam tema ditulis Erna lewat blog itu. Tak cuma curahan hati seorang gadis, Erna pun lincah menulis ragam budaya Turki beserta dengan tradisinya. Meski demikian, dia tetap selalu bangga dengan budaya Indonesia. Ini bisa dilihat dari celotehannya lewat blog berjudul "Beginilah Ras Turki". Dikisahkan, pada suatu pagi Erna sempat meminta selimut pada seorang teyze (panggilan 'bibi' dalam istilah Turki). Lalu sang bibi itu sempat bertanya pendapat Erna tentang Turki. Pertanyaan yang sudah sering ia terima sejak kedatangan pertamanya di negeri itu. Sepengamatan Erna, orang-orang Turki memang termasuk tipe orang yang amat sangat bangga terhadap bangsanya. Tak peduli tua, muda, lelaki, atau perempuan, ketika bertemu dengan orang asing mereka akan selalu bertanya apakah negaranya bagus atau tidak. Dan tentu saja, jawaban yang mereka harapkan adalah, "Iya, Turki bagus", meskipun kita sadar betul bahwa negara kita sendiri mungkin jauh lebih bagus dari Turki. Dan dengan entengnya, saat itu Erna pun menjawab, bahwa Turki memang sangat bagus, tapi Indonesia jauh lebih bagus. Dahi sang bibi tampak berkerut mendengar jawaban Erna kala itu yang berbeda dari jawaban-jawaban biasanya. Namun, Erna tetap berbicara sesuai fakta, bahwa Indonesia memang jauh lebih bagus, tidak akan pernah ada duanya. 

Bersama tiga temannya, Erna pun mulai menulis buku tentang serba-serbi Turki. Buku bertema traveling ini dipadukan dengan budaya dan karakter masyarakat Turki. Erna pernah mengajukan untuk menerbitkan buku ini di Indonesia. Sayangnya, pihak penerbit sudah memiliki kandidat terlebih dahulu dengan tema yang sama. Karena itu, sampai sekarang Erna masih menyimpan naskah buku itu agar kelak bisa diterbitkan.

Erna saat ini sedang fokus untuk membuat makanan berbahan dasar ikan untuk dipresentasikan sebagai tesis. Dia membuat sejenis kerupuk ikan dengan beragam kandungan gizi dan protein, seperti omega 3. Ikan bluwhitting yang hanya ada di Turki dan perairan Eropa menjadi bahan dasarnya. Dengan produk ini, Erna berharap mampu membuat diversifikasi pangan untuk masyarakat Turki. Erna berkisah, bahwa pengolahan ikan di Turki sebenarnya sangat monoton. Masyarakat Turki kalau menyantap ikan, hanya dimakan ikannya saja. Utuh satu ekor. Erna pun membandingkan dengan pengolahan ikan di Indonesia. Di Indonesia, sebuah ikan bisa dijadikan beragam produk, dari mulai kerupuk hingga kosmetik. Erna pun pernah membawakan kerupuk ikan untuk diberikan kepada orang Turki, dan mereka sangat ketagihan.

Karena itu, Erna mengaku akan membuat hak paten atas produk dari hasil penelitiannya itu. Dia memang tak berharap terlalu jauh produknya bisa dijual dalam skala industri. Erna hanya berharap namanya bisa dikenang sebagai pencipta produk tersebut. Meski Indonesia dikenal akan kreasi produk berbahan dasar ikan, Erna masih mengeluhkan produk-produk hasil pengolahan ikan tersebut belum bisa tembus ke pasar internasional. Padahal, kata Erna, peminat kerupuk ikan di Eropa sangat besar. Menurutnya, sulitnya produk Indonesia berkembang karena usaha kecil dan mikro produk-produk hasil pengolahan ikan itu tak memiliki jaringan. Tidak hanya itu, mereka pun kesulitan mendapat ikan-ikan berkualitas karena harganya yang mahal. Karena itu, Erna berkomitmen akan membantu para nelayan Indonesia usai lulus dari EG University. 


Jumat, 03 Maret 2017

Kisma Fawzea : Memberikan Konseling Gratis Untuk Masyarakat Tidak Mampu Melalui Rumah Konseling.


Pada awal 2012 lalu, Kisma Fawzea mendirikan sebuah lembaga bernama Rumah Konseling. Sesuai namanya, lembaga tersebut dibentuk untuk membantu dan membimbing masyarakat dalam menghadapi berbagai masalah rumah tangganya. Seperti masalah kerenggangan hubungan antar anggota keluarga, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kecanduan konten pornografi oleh anak-anak, dan lain-lain. Hebatnya, untuk jasa konseling tersebut, perempuan yang akrab disapa Zeezee ini tidak menetapkan dan membebankan tarif pada para kliennya. Ia mempersilahkan siapa saja, termasuk mereka yang tidak memiliki cukup biaya membayar jasa konseling, untuk berkonsultasi padanya.

Zeezee mengungkapkan, sejak 2006 lalu, ia sebenarnya memang telah aktif memberikan jasa konseling. Hal itu bermula dari peristiwa KDRT yang menimpa seorang temannya. Ketika itu temannya bercerita kepadanya, dia hampir dibunuh oleh suaminya. Percobaan pembunuhan terhadap temannya itu telah terjadi beberapa kali. Mendengar cerita temannya, Zeezee pun mencoba memberikan konseling berupa nasihat dan motivasi. Alhamdulillah, setelah itu entah bagaimana, si teman tidak lagi mengalami KDRT. Suami si teman pun juga mulai paham dengan kondisi temannya. Sejak saat itu, masyarakat yang mengalami hal serupa dengan temannya mulai berdatangan ke rumah Zeezee untuk berkonsultasi. Sepertinya, info tentang konseling yang bisa dilakukannya mulai merambah dari mulut ke mulut. Bahkan, ada yang datang dari luar kota dan menginap di sekitar rumah Zeezee hanya untuk konsultasi.

Sebagai seorang psikolog keluarga, Zeezee menilai, selama ini masyarakat memang kurang menyadari adanya pelayanan atau jasa konseling untuk mengatasi masalah rumah tangga mereka. Hal itu menyebabkan masyarakat tidak tahu harus pergi ke mana atau mendatangi siapa ketika menghadapi problem internal keluarga. Kendati demikian, Zeezee berpendapat, sebagian masyarakat pasti pernah mendatangi psikolog untuk membantu memecahkan masalah rumah tangganya. Tapi, menurut Zeezee, lembaga psikologi ini terkadang hanya menawarkan tes psikologi, tanpa memberikan saran-saran atau nasihat perihal cara untuk menuntaskan masalahnya.


Ketika masalah rumah tangga tak dapat diselesaikan, terkadang masyarakat justru menempuh cara-cara tak lazim. Misalnya meminta pertolongan dukun. Bagi Zeezee ini sangat memprihatinkan sebenarnya, karena mereka yang datang ke tempat-tempat seperti itu pasti malah dimanfaatkan. Berangkat dari keprihatinan tersebut, pada awal 2012, Zeezee memutuskan untuk membangun Rumah Konseling. Dalam prosesnya, Zeezee dibantu oleh suaminya dan adik iparnya. Kebetulan suaminya juga seorang psikolog keluarga dan adik iparnya adalah psikolog khusus anak-anak dan remaja.

Ketika baru didirikan, Zeezee mengaku sempat menetapkan biaya atau tarif untuk mereka yang ingin berkonsultasi. Namun, akhirnya Zeezee berserta suami dan adik iparnya menyadari bahwa cukup banyak pula masyarakat kurang mampu yang mengalami problem rumah tangga dan membutuhkan pertolongan serta bimbingan. Suami dan adik ipar Zeezee juga sepakat, kasus perpecahan atau kekerasan dalam rumah tangga memang lebih sering terjadi di lapisan masyarakat kurang mampu. Zeezee berserta suami dan adik iparnya tidak ingin menutup diri dari masyarakat seperti itu. Akhirnya, mereka sepakat untuk tidak menetapkan dan membebankan tarif kepada para klien yang datang ke Rumah Konseling.

Sejak itu, Zeezee selalu mengingatkan kepada para kliennya, terutama mereka yang berasal dari kalangan kurang mampu, untuk tidak memikirkan masalah biaya konseling. Karena yang diprioritaskan Zeezee adalah bagaimana bisa sama-sama mencari solusi dari permasalahan mereka. Kendati demikian, masih terdapat beberapa kliennya yang tetap menyisihkan uang untuk membayar jasa konseling. Kalaupun tak dibayar, Zeezee sadar bahwa rezeki datangnya memang hanya dari Allah SWT. Selain untuk membantu mereka yang tak mampu, dihilangkannya tarif jasa juga bertujuan membumikan lagi konseling kepada masyarakat. Karena itu, mereka yang tengah mengalami masalah keluarga atau rumah tangga, tidak menempuh cara-cara klenik untuk menyelesaikannya.

Selain menangani kasus atau permasalahan rumah tangga, Rumah Konseling juga telah disambangi oleh mereka yang mengalami kebingungan orientasi seksual atau kaum lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT), Hingga saat ini, Rumah Konseling telah menangani belasan klien LGBT. Ada yang langsung datang, ada pula yang via online, seperti konseling lewat WhatsApp, Facebook, dan email. Menurut Zeezee, datangnya para klien LGBT, rata-rata tidak diakibatkan oleh tekanan sosial. Mereka datang ke Rumah Konseling karena merasa bahwa mereka telah melakukan dosa besar. Ada pula di antara para kliennya yang terkadang masih tidak percaya bahwa mereka dapat berciuman, atau bahkan melakukan hubungan seksual sesama jenis. Parasaan itu pun mereka konsultasikan kepada Zeezee.

Selain faktor pornografi, bangkitnya orientasi seksual seperti LGBT, menurut Zeezee, juga dipengaruhi oleh masalah hubungan antar anggota keluarga. Misalnya, orangtua mereka kerap berselisih dan bertikai dengan menggunakan cara kekerasan. Seorang suami memukul istrinya dan itu disaksikan oleh anak laki-laki mereka, misalnya. Akhirnya, anak laki-laki itu memendam kebencian pada ayahnya dan mulai memposisikan dirinya sebagai perempuan. Proses perpindahan posisi tersebut kerap terajadi tanpa disadari oleh individunya. Karena itu, Zeezee menyebut LGBT sebagai kelompok yang tengah mengalami kebingungan orientasi seksual. Selain pornografi dan perpecahan dalam keluarga, LGBT juga bisa timbul akibat pergaulan atau lingkungan sosial. Sebab, Zeezee berpendapat, kelompok LGBT pasti selalu memiliki komunitas-komunitas untuk berinteraksi satu sama lain. Terlepas dari faktor penyebab, Zeezee selalu menyampaikan kepada kliennya, bila ingin keluar dari jerat LGBT, mereka harus berkomitmen pada diri sendiri, dan pada koreksi-koreksi perilaku yang ia tawarkan. 

Seluruh pengalamannya menangani beragam klien, selalu menjadi bahan pembelajaran untuk Zeezee. Pengalaman dan pengetahuannya dalam bidang psikologi keluarga juga selalu ia bagikan kepada publik melalui acara diskusi atau seminar. Zeezee mengaku, kerap diundang untuk menjadi pemateri dalam kegiatan seminar bertema keluarga. Ia juga tidak meminta bayaran untuk itu. Semata-mata dilakukan untuk menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat. Hingga saat ini, para klien yang dibimbingnya selalu berhasil menyelesaikan masalah keluarganya masing-masing. Meskipun tidak dibayar, melihat senyuman mereka yang lega keluar dari ruangannya, mengucapkan terima kasih dan bersyukur karena Allah mempertemukan Zeezee dengan mereka, itu sudah membuat Zeezee terharu. Zeezee berharap, ia selalu diberi keberkahan usia dan tenaga agar dapat membantu lebih banyak lagi orang-orang yang mengalami permasalahan keluarga atau rumah tangga. Dengan demikian, masyarakat akan semakin tinggi kesadarannya tentang peran lembaga konseling. Mereka pun tak lagi pergi ke tempat-tempat klenik untuk menyelesaikan masalahnya.