Kamis, 29 September 2016

YENI DEWI MULYANINGSIH : Pendiri Yayasan Komunitas Taufan. Peduli Pasien Kanker Anak.


Getir, itulah yang dirasakan oleh Yeni Dewi Mulyaningsih, ketika anaknya, Muhammad Taufan, harus berpulang ke pangkuan Allah SWT pada Mei 2013 lalu. Taufan meninggal setelah dua tahun menjalani perawatan cukup intensif karena leukimia yang dideritanya. Tak pernah terbayang oleh Yeni bahwa peristiwa tersebut akan terjadi dalam hidupnya. Apalagi, bila mengingat Taufan, yang saat menghembuskan napas terakhirnya baru menginjak usia tujuh tahun. Namun, takdir Allah SWT memang tak dapat ditolaknya.

Sepekan setelah Taufan meninggal, seorang pria berkebangsaan Amerika Serikat, Zack Petersen, menyambangi kediaman Yeni. Zack adalah relawan sekaligus pendiri Count Me In (gerakan CSR BeritaSatu), yang kegiatannya fokus dalam beberapa hal, salah satunya menggalang dana untuk membantu keluarga pasien kanker. Menurut Yeni, ketika Taufan dirawat, Zack juga selalu menyempatkan diri datang ke bangsal untuk bercengkerama dan menghibur Taufan. Kedatangan Zack kala itu, kata Yeni, untuk memintanya menjadi relawan. Ia menyarankan agar Yeni memberanikan diri untuk membagi kisah dan pengalamannya ketika merawat Taufan kepada para keluarga yang tengah mengalami hal serupa.

Namun, anjuran Zack tersebut tidak seketika dilakukan oleh Yeni. Karena saat itu hatinya masih berduka. Yeni hanya mengatakan kepada Zack, bahwa niat itu memang ada, tapi ia belum bisa memastikan waktunya. Sampai akhirnya pada Juni 2013, Yeni mulai mencoba melakukan anjuran dari Zack. Ia kembali ke bangsal tempat dulu Taufan dirawat. Tetapi, waktu itu Yeni masih bingung apa yang harus dia perbuat. Karena dia sama sekali belum pernah memiliki pengalaman menjadi relawan. Namun, ketika Yeni bertemu dengan beberapa keluarga dan pasien anak di bangsal tersebut, ia seketika cair dalam sebuah perbincangan hangat. Semuanya mengalir saja manakala Yeni mulai berbagi pengalaman dan menghibur pasien anak di sana.


Aktivitas itu pun mulai rutin dilakukan oleh Yeni. Dalam sepekan, ia menyempatkan tiga kali mampir ke bangsal tersebut dan tak henti-hentinya memberi dukungan moril kepada keluarga dan para pasien anak. Kegiatan mengunjungi bangsal ia lakukan selama enam bulan. Selama kegitan itu dilakukan, Yeni pun selalu membagi cerita dan pengalamannya tersebut kepada Zack. Dan kegiatan Yeni itu lalu disebar oleh Zack di media sosial dan dimuat di media. Hingga akhirnya mulai banyak relawan dan donatur yang tertarik berpartisipasi untuk turut membantu.

Kemudian, pada 14 Desember 2013, Yeni pun memutuskan untuk membentuk Komunitas Taufan. Komunitas yang visinya adalah memberi dukungan moril dan materi kepada para keluarga dan pasien kanker anak-anak. Tak lama berselang, Yeni bersama dengan relawan-relawan yang telah bergabung dalam Komunitas Taufan pun mulai giat mengunjungi beberapa rumah sakit di Jakarta. Tujuannya mencari pasien anak yang tengah mengidap kanker atau panyakit berisiko tinggi lainnya untuk didampingi selama masa perawatan. Dalam hal ini, Komunitas Taufan tidak menerapkan proses atau kriteria yang ruwet untuk membantu mereka. Syaratnya, pihak keluarga pasien memang membutuhkan bantuan dan pasien harus anak usia nol sampai 17 tahun.

Berselang beberapa bulan kemudian, seorang relawan bernama Maya Martini mendorong Yeni untuk berani mengajak lebih banyak masyarakat dalam kegiatan Komunitas Taufan. Akhirnya, pada 23 September 2014, Komunitas Taufan pun berganti nama menjadi Yayasan Komunitas Taufan. Dengan terbentuknya yayasan tersebut, Yeni pun mulai mencetuskan beberapa program kegiatan. Antara lain, Bangsal Visit, yaitu kegiatan yang bertujuan menghibur para pasien dan keluarganya yang sedang dirawat inap di bangsal selama berbulan-bulan. Relawan akan menghibur dengan berbagai aktivitas, seperti mendongeng, mewarnai, menghadirkan badut, dan memberi berbagai bingkisan.

Selanjutnya, terdapat program Home Visit. Yakni, kegiatan mengunjungi pasien lama atau baru di rumah mereka masing-masing. Kegiatan ini bertujuan memberi konseling motivasi dan kebutuhan dasar pasien. Selain itu, ada juga kegiatan Support Visit. Di sini relawan mencoba menyuntikkan semangat dan fokus memberi berbagai kebutuhan pasien anak, seperti susu, popok, kursi roda, kereta bayi, mainan, dan lain-lain. Kemudian, Yayasan Komunitas Taufan juga melaksanakan program atau kegiatan Fun Trip. Yakni, mengajak pasien anak beserta orang tuanya jalan-jalan agar mereka keluar sejenak dari rutinitas pengobatan yang kadang membuat jenuh.


Adapun program penggalangan dana yang dilaksanakan oleh Yayasan Komunitas Taufan, salah satunya Care4. Yakni, kampanye menggalang dana melalui media sosial untuk pasien-pasien tertentu guna membantu kebutuhan dasar mereka. Selain itu, ada pula program Charity Art Festival. Ini merupakan kegiatan setiap tahun dalam rangka memperingati Hari Kanker Anak Sedunia. Di sini Yayasan Komunitas Taufan berkolaborasi dengan berbagai komunitas seni untuk menggalang dana dan menghibur pasien kanker anak.

Program penggalangan dana Yayasan Komunitas Taufan berikutnya adalah Kumis untuk Adik atau Movember. Dalam program ini, Yayasan Komunitas Taufan mencoba mengedukasi dan mengajak masyarakat, khususnya kaum pria, untuk menumbuhkan pengetahuan tentang kanker prostat. Di sini mereka juga diajak untuk menumbuhkan kumisnya selama bulan November yang akan dilelang pada akhir bulan. Semua dana yang terkumpul akan digunakan yayasan untuk program-program membantu pasien.

Selain program-program tersebut, Yayasan Komunitas Taufan masih memiliki beberapa program lainnya. Seperti Santunan Pasien Mandiri, yakni memberikan bantuan modal usaha rumahan untuk keluarga pasien. Seminar Publik, yakni kegiatan tahunan Yayasan Komunitas Taufan untuk mengedukasi masyarakat tentang cara deteksi dini munculnya kanker pada anak-anak. Untuk seluruh kegiatan tersebut, Yeni dibantu oleh 30 relawan untuk divisi yayasan dan 87 relawan harian. Relawan tersebut tersebar di sekitar Jabodetabek.

Menurut Yeni, ia sama sekali tidak pernah merencanakan untuk melakukan semua hal tersebut, tapi Allah lah yang seperti menyiapkan segalanya. Semua mengalir saja sampai hari ini dan Allah memudahkan jalannya. Yeni berharap, ke depan akan semakin banyak masyarakat yang peduli terhadap keluarga pasien kanker dan turut berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan Yayasan Komunitas Taufan. Sehingga, visi bisa tercapai, yaitu akan semakin banyak pasien yang bisa mereka dampingi.


Kamis, 15 September 2016

ASA RATNA DINASTY : Pelopori Gerakan Mukena Bersama.




Sejak Desember 2015 lalu hingga saat ini, Asa Ratna Dinasty aktif dalam sebuah gerakan bernama “Mukena Bersama”. Tujuan gerakan ini sederhana, namun sangat bermanfaat, yakni membersihkan mukena-mukena di mushala atau masjid yang berada di ruang publik seperti mal, pom bensin, terminal, dan lain-lain. Gerakan Mukena Bersama memang tidak muncul tiba-tiba. Gerakan ini lahir setelah Asa dan seorang temannya, Amelia Devita, berbincang tentang mukena-mukena yang disediakan Masjid Agung al-Azhar, Jakarta, untuk jamaah muslimah di sana. Menurut Asa, mukena-mukena di Masjid Agung al-Azhar sangat terawat, bersih, dan layak pakai. Namun, ia dan Amelia mengaku cukup heran mengapa tidak semua masjid atau mushala dapat menyediakan mukena yang layak dan terawat seperti di Masjid Agung al-Azhar. Apalagi, bila mushala atau masjid itu berada di terminal, pom bensin, atau mal. Meski berada di tempat yang bagus, tapi mukenanya kadang bau kotor, dan seperti tidak layak.

Berangkat dari pengalaman dan keprihatinan tersebut, Asa dan Amelia terketuk hatinya untuk membantu merawat dan menjaga kondisi mukena di mushala atau masjid di ruang-ruang publik tersebut. Saat itu Asa dan Amelia belum terpikir untuk membuat sebuah gerakan yang lebih masif dan melibatkan banyak pihak. Akhirnya mereka memulai dengan mencari mushala terdekat terlebih dulu. Asa memilih membersihkan dan mencuci mukena yang terdapat di mushala di lingkungan PT Antarmitra Sembada, Pos Pengumben, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Sedangkan Amelia, yang waktu itu sudah pindah ke Bandung mencuci mukena yang ada di mushala-mushala mal di sana.

Selain mencuci mukena-mukena di mushala itu, Asa dan Amelia juga membelikan mukena-mukena baru. Hal ini dilakukan agar stok mukena di mushala tersebut tetap tersedia ketika mukena lainnya tengah dicuci di penatu. Untuk mencuci dan membeli mukena baru, Asa menyisihkan uang pribadinya. Karena ia memang belum melibatkan siapa-siapa untuk aksi perdananya tersebut. Setelah aksi perdana, Asa baru terpikir untuk membuat kegiatan ini dalam cakupan yang lebih luas dan menjangkau mushala-mushala di berbagai daerah. Saat memutuskan untuk mengajak teman-teman lain, ia membuat media untuk mensosialisasikannya. Selain menyebar selebaran tentang kegiatan ini, Asa juga memanfaatkan facebook dan instagram.


Ajakan Asa pun mendapat respons positif dari teman-temannya. Banyak dari mereka yang ingin menjadi relawan dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan membersihkan mukena yang terdapat di mushala atau masjid-masjid di ruang-ruang publik. Pada titik ini, Asa kemudian terinspirasi untuk mencetuskan sebuah gerakan, yakni Mukena Bersama. Dinamakan Mukena Bersama, karena semuanya sama-sama punya tanggung jawab merawat mukena ini. Dalam kurun waktu kurang dari enam bulan, relawan Mukena Bersama telah mencapai 150 orang. Mayoritas dari mereka adalah perempuan dengan ragam latar belakang, usia, dan pekerjaan. Mulai dari pelajar, mahasiswa, ibu rumah tangga, wirausaha, dan lainnya. Mereka semua tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Antara lain Jakarta, Bogor, Depok, Bandung, Semarang, Surabaya, Magelang, Makasar, Palembang, Bengkulu, Lampung, Medan, Riau, dan beberapa daerah lainnya.

Saat partisipasi relawan mulai meningkat, Asa juga mulai membuka donasi untuk kegiatan ini. Bentuknya tidak perlu uang, tapi bisa berupa mukena baru atau masih layak pakai. Dengan demikian, Asa bisa menyalurkannya ke mushala-mushala yang membutuhkan. Sementara untuk para relawan, tidak diwajibkan memberi donasi atau sumbangan, karena mereka sudah membantu untuk mencuci mukena. Tapi bila ada yang punya rezeki lebih, mereka biasanya juga ikut berdonasi.

Hingga saat ini, gerakan Mukena Bersama masih berlangsung dan tidak banyak menemui kendala. Untuk koordinasi dengan para relawan, Asa juga tidak mengalami hambatan. Ia memanfaatkan grup obrolan WhatsApp guna menjaga komunikasi dengan mereka. Setiap bulannya, Asa selalu mengingatkan para relawan untuk mencuci lagi mukena yang telah dicuci pada bulan sebelumnya. Ia juga meminta setiap relawan untuk melampirkan foto lokasi mushala dan mukena yang telah dicuci sebagai bukti atau laporan kegiatan. Foto-foto itu lalu akan disebarkan di sosial media sebagai bukti kegiatan Mukena Bersama dan pertanggung jawaban pada para donatur.

Sebagian orang mungkin akan bertanya-tanya mengapa para relawan tersebut mau bersusah payah mencuci bahkan menyediakan mukena layak untuk mushala. Menurut Asa, hal itu wajar karena sebagian besar relawannya adalah perempuan, yang mana mereka pasti pernah merasakan tidak nyamannya ketika ingin shalat di masjid atau mushala, tapi mukenanya kotor atau bau. Sedangkan mukena tersebut dibutuhkan saat ingin menghadap Allah SWT. Rasanya memalukan sekali bila ingin beribadah kepada Allah SWT kita memakai pakaian seadanya, dan mukenanya kotor pula. Padahal, ada hadis menyebut kebersihan sebagian dari iman. Selain itu, Asa menilai, para relawan juga memiliki motivasi lain yang menyebabkan mereka berpartisipasi dalam gerakan Mukena Bersama. Yakni mendulang amal jariah dengan cara mencuci mukena-mukena yang kurang layak pakai. Insya Allah, amalan tersebut tidak akan putus sampai wafat nanti.


Sampai sekarang, belum ada pihak pengelola masjid atau mushala yang merasa keberatan dengan kegiatan atau gerakan Mukena Bersama. Mereka merespons positif dan sangat mengapresiasi gerakan ini. Oleh karena itu, Asa berharap, gerakan Mukena Bersama akan tetap langgeng. Dengan begitu, akan semakin banyak mukena-mukena bersih di masjid atau mushala-mushala. Ia juga berharap gerakan ini dapat menjadi pengingat bagi pihak pengurus masjid atau mushala, terutama yang berada di ruang publik, agar tetap memperhatikan, menjaga, serta merawat kebersihan mukena-mukenanya. Sebab, menurut Asa, gerakan mencuci dan menyumbang mukena baru pun akan percuma bila tidak diiringi dengan kesadaran dan kepedulian dari pihak pengelola masjid atau mushala. 

Rabu, 14 September 2016

MULYANI HASSAN : Mensinergikan Syiar Dan Bisnis Busana Muslim Melalui De Mey's



Mulyani membangun De Mey’s dengan niat membantu sesama saudari muslimah. Membantu dalam artian mengajak para muslimah berpakaian sesuai syar’i dengan harga yang terjangkau. Meski tak mudah, namun lambat laun usahanya makin berkembang. Sambil berdagang Mulyani juga fokus membentuk grup Noesantara Project. Sebuah kelompok yang tak hanya mengenalkan budaya tapi menggalang dana bagi kemajuan masyarakat di tepi wilayah Indonesia.

Perjalanan Mulyani Hassan memulai usaha busana Muslim De Mey’s bermula pada Ramadhan 2015. Ketika itu, Mulyani dalam penuh kepasrahan melepas beasiswa studi ke Jepang karena sedang mengandung anak pertama. Pada saat yang sama, keputusan untuk resign dari tempat bekerja sudah diambil. Setelah itu, tekad untuk memulai bisnis pun hadir. Dan akhirnya, alumnus Universitas Indonesia ini pun mencoba berjualan dua mukena di laman Facebook. Butuh waktu bagi Mulyani yang mengaku awalnya anti dengan berdagang. Setelah menemukan nikmatnya berdagang, langkah menjual produk orang lain pun terus berlanjut. Ini disebabkan ketiadaan modal yang mencukupi. Imbasnya, Mulyani hanya bisa menjalankan sistem dropship (sistem yang meminta seller atau supplier untuk mengirimkan barang/pesanan kepada customer) untuk mukena, gamis, hingga kain.

Keteguhannya perlahan mulai membuahkan hasil. Tak lama berselang, tawaran untuk mengajar di salah satu bimbingan belajar hadir. Pada saat yang sama, pelanggan demi pelanggan berdatangan. Berbekal keberanian, Mulyani pun mengambil sebagian dari gajinya untuk memulai produksi sendiri. Jumlahnya tak banyak, hanya sepuluh potong. Prosesnya dilakukan di sebuah usaha konveksi butik. Hasilnya ternyata memuaskan, karena dijual dengan harga murah dengan kualitas bahan dan jahitan yang sangat baik. Dari sini tekad Mulyani makin menguat. Tidak hanya berbisnis, melainkan juga berdakwah via penjualan pakaian syar’i.  Sebelumnya, Mulyani sering melihat produsen baju gamis di pasaran, sering menjual dengan harga yang sangat mahal. Maka dari itu, ia ingin menjual dengan harga yang terjangkau, karena tidak hanya sekedar jualan, tapi ingin sekali juga bisa mengajak para muslimah untuk sama-sama berpakaian syar’i.

Keinginan Mulyani menyinergikan bisnis dan syiar semakin menguat tatkala melihat para penjahit yang didominasi pria paruh baya di tepi jalan. Usaha mereka dalam permak baju dinilainya murah, yaitu hanya Rp 10 ribu per potong. Sementara untuk hal yang sama di konveksi butik bisa menelan biaya Rp 50 ribu sampai Rp 60 ribu. Fakta ini membuat Mulyani semakin mantap melanjutkan bisnis sekaligus berdakwah dan membantu penjahit. Baginya tidak masalah untung sedikit asal dapat membantu orang bergamis dan membantu penjahit. Mulyani pun bersyukur, sampai sekarang selalu dipertemukan dengan penjahit-penjahit yang bagus keahliannya. Para penjahit itu berasal dari Desa Cibalanarik, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Mereka tadinya merupakan penjahit-penjahit langganan merek ternama. Namun, setelah merek tersebut maju, para penjahit itu ditinggalkan. Akhirnya, Mulyani pun mengajak kerja sama. Kebetulan, teman-teman penjahit punya misi yang sama dengannya. Tidak mengutamakan kuantitas tapi kualitas, meskipun tidak juga menjual produk dengan harga yang mahal.


Pencapaian Mulyani sejauh ini tentu membuat orang tuanya bahagia. Apalagi sedari kecil, Mulyani mengisahkan, keinginannya untuk memiliki baju begitu sulit. Sebab, sang ibu biasanya harus berhutang kepada penjual baju. Dan Mulyani senang, kalau sekarang bisa memberikan baju terbaik untuk kedua orangtuanya, dan itu produknya sendiri. Walaupun Mulyani mengaku, tadinya kedua orang tuanya sempat kecewa karena mereka berharap setelah berjuang dengan susah payah untuk mencari beasiswa, kelak Mulyani bisa jadi orang kantoran atau dosen, bukan menjadi pedagang. Tapi sekarang, harapan orang tuanya mulai terlihat, walau masih sangat jauh dari bayangan mereka.

Saat ini, De Mey’s masih terus mengembangkan produk-produknya. Ke depan, usaha ini akan merilis gamis maupun mukena dengan bonus gratis tas pandan ramah lingkungan karya pengrajin Tasikmalaya. Selain pengembangan produk, Mulyani juga terus menambah bekal diri berupa ilmu pemasaran. Harapannya tentu agar daya jangkau produknya meluas walaupun ada keterbatasan modal. Dari sisi omzet, setiap bulan De Mey’s menjual sekitar 400 potong mukena hingga gamis. Margin bersihnya sejauh ini tercatat Rp 6 juta sampai Rp 7 juta. Seiring berjalannya waktu, Mulyani meyakini usahanya ke depan akan semakin maju. Semua berkat keridhaan Allah SWT, tekad, kerja keras hingga niat mulia untuk membantu sesama.

Di samping De Mey’s, Mulyani beserta rekan-rekan sejawat yang pernah mengikuti program pertukaran pemuda di Malaysia pada 2012, mendirikan Noesantara Project. Tujuannya adalah menyatukan warisan budaya bangsa seperti seni, bahasa, kerajinan, kuliner, dan kain. Fokus Noesantara Project tidak hanya pengenalan budaya dari pelosok negeri, melainkan juga menggalang donasi melalui wirausaha agar dapat membantu pegembangan kualitas sumber daya manusia di wilayah perbatasan Tanah Air. Mereka memang senang dengan dunia pendidikan dan ingin support pendidikan di daerah perbatasan dengan usaha mereka sendiri. Jadi, Noesantara Project berjalan dengan tujuan keuntungannya didonasikan ke edukasi nonformal anak-anak di perbatasan. Usaha ini diawali dengan pengembangan community development and socioheritagepreneurship kain nusantara. Terdapat dua lokasi pilot project, yaitu di Desa Peltamak Kepulauan Anambas dan Papua. Proyek ini juga melibatkan para penjahit De Mey’s.

Termasuk dari keuntungan De Mey’s Mulyani alokasikan juga untuk kegiatan ini. Produk-produk yang dijual Noesantara Project juga sangat direspons dengan baik oleh pasar. Meski saat ini pengembangan Noesantara Project masih terkendala sejumlah aspek, Mulyani beserta rekan tetap memiliki harapan besar. Mimpinya, program Noesantara Project ini keuntungannya betul-betul bisa dipakai untuk membuka banyak sekolah gratis di perbatasan. Karena dulunya Mulyani dan rekan-rekannya pernah mengabdi dalam pendidikan di perbatasan. Dan bagian sociopreneur-nya juga ingin dikembangkan menjadi online market seperti Tokopedia. Jadi dengan nama Noesantarapedia yang khusus menjual produk etnik dari pengrajin-pengrajin pedalaman yang asli. Hanya saja mimpi ini dikatakan Mulyani masih cukup jauh. Masih banyak PR yang harus ia dan rekan-rekannya lakukan. Namun mereka tetap berharap bisa terus meluruskan niat dan mengajak kawan-kawan seantero nusantara bisa berkontribusi di program ini.




Selasa, 06 September 2016

YENY HERLIANA, Mengisi Hidup Dengan Membantu Sesama Melalui KHADIJAH CHARITY



Yeny Herliana seorang muslimah yang selalu ingin terlibat dalam kegiatan atau aksi-aksi sosial. Ia pernah aktif menjadi anggota Pembinaan Adik Asuh Youth Islamic Study Club (PAYISC) Al Azhar. PAYISC Al Azhar adalah sebuah organisasi yang berada di bawah naungan YISC Al Azhar. Fokus kegiatan PAYISC Al Azhar adalah memberikan pendidikan agama dan umum kepada anak-anak yatim dan dhuafa yang berada atau tinggal di sekitar Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Namun, pada awal 2012 lalu, amanah dan tanggung jawab Yeny di PAYISC Al Azhar telah usai. Setelah itu,  ia berpikir untuk memiliki kegiatan sosial lainnya. Pikiran itu hadir karena ia ingin terus menebar manfaat bagi sesama dan mereka yang membutuhkan. Akhirnya, pada Maret 2012, Yeny menggagas berdirinya Khadijah Charity. Sebuah komunitas yang program dan kegiatannya lebih fokus dalam memberikan bantuan dan layanan kesehatan kepada masyarakat yang tinggal di daerah atau desa terpelosok.

Menurut Yeny, nama Khadijah dipilih karena dia adalah istri Rasulullah SAW yang pertama, Khadijah juga membantu perjuangannya menegakkan Islam kala itu. Karena semua yang tergabung dalam komunitas itu adalah perempuan, maka tak salah pula bila Yeny memilih nama Khadijah. Yeny mengungkapkan, pada awal berdirinya Khadijah Charity, ia banyak didukung dan dibantu oleh para sahabat seperjuangannya dulu di YISC Al Azhar. Karena mereka juga telah menjadi alumni, dan ingin mencari kegiatan sosial lainnya.

Setelah dibentuk, aksi pertama Khadijah Charity sangat sederhana. Yakni berkunjung ke Rumah Sakit Kanker Dharmais di Slipi, Jakarta Barat. Kemudian memberikan semangat kepada beberapa pasien dan keluarganya untuk tabah menghadapi ujian tersebut. Kendati tidak memberi bantuan materi, namun Yeny yakin dukungan semacam itu juga dibutuhkan oleh pasien di sana. Setelah cukup aktif menggelar kegiatan dan aksi sosial di sekitar Jakarta, Khadijah Charity mulai mencoba menjangkau masyarakat yang tinggal di daerah terpelosok. Ide tersebut muncul setelah Yeni menjalin komunikasi dengan adiknya yang menjadi bidan di Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan.

Menurut Yeny, berdasarkan pengakuan adiknya, warga di sana sangat membutuhkan fasilitas dan layanan kesehatan yang layak. Sebab, sebagian besar warga di Hulu Sungai Utara cukup kesulitan untuk mengakses rumah sakit. Di desa tempat adiknya menjadi bidan itu, dibutuhkan waktu enam jam kalau ingin ke rumah sakit. Itu pun pasien juga belum tentu mendapat kamar setibanya di sana. Oleh karena itu, mereka lebih nyaman berobat ke bidan desa. Adiknya pun mengusulkan agar Khadijah Charity bisa membantu warga-warga yang tinggal di Hulu Sungai Utara. Khususnya bantuan berupa layanan kesehatan. Yeny pun lalu mendiskusikan hal itu ke teman-teman Khadijah Charity lainnya. Dan mereka setuju untuk menyalurkan bantuan kesehatan ke sana.

Berkoordinasi dengan adiknya, Yeny pun mulai menyalurkan bantuan kesehatan gratis ke desa di Hulu Sungai Utara. Yang pertama di lakukan adalah mendata para pasien atau warga di sana yang membutuhkan pelayanan kesehatan, beserta estimasi biaya obatnya. Setelah Yeny dan teman-temannya di Khadijah Charity menyetujui, ia pun mengirimkan dana kepada adiknya untuk membeli obat-obatan yang dibutuhkan. Yeny menerangkan, sebetulnya obat-obatan yang dijual di Kalimantan Selatan sudah lumayan lengkap, hanya membelinya saja yang membutuhkan waktu.

Selain itu, pada 2015 lalu, Khadijah Charity, masih melalui perantara adiknya, juga menggelar khitanan massal bebas biaya untuk anak-anak di Hulu Sungai Utara. Untuk khitanan massal tersebut, Yeny dan teman-teman di Khadijah Charity membeli alat dan perlengkapannya di Jakarta, lalu dikirim ke sana. Untuk program menyalurkan bantuan kesehatan kepada warga di Hulu Sungai Utara, Yeny mensosialisasikan kegiatan tersebut di media sosial. Hal ini dilakukan agar Khadijah Charity dapat menjaring para donatur yang ingin mendukung program dan kegiatan mereka. Dan Yeny bersyukur, sekarang Khadijah Charity sudah memiliki donatur yang loyal.

Tidak hanya bantuan kesehatan, Khadijah Charity juga pernah menggelar kegiatan pembagian sembako gratis untuk warga di sana. Pada kegiatan ini, Khadijah Charity, menjalin kerja sama dengan beberapa komunitas lainnya, seperti Pagi Berbagi, Mukena Bersama, dan lain-lain. Tak hanya itu, pada Idul Adha 2015 lalu, Khadijah Charity juga menyalurkan kurban untuk sejumlah masyarakat dhuafa yang tinggal di Lombok dan Bima, Nusa Tenggara Barat. Untuk kegiatan ini, para anggota Khadijah Charity juga tidak melakukan aksi langsung. Tetapi mengamanahkan biaya kurbannya kepada seorang ustaz dari Al Azhar, yang memang berasal dari sana dan selalu mudik setiap Idul Adha.

Yeny mengungkapkan, saat ini, Khadijah Charity masih memiliki mimpi yang ingin dicapai, yakni membangun sebuah panti jompo. Karena ia kasihan kepada orang tua yang disisihkan anaknya. Orang tua yang pada masa senjanya tidak memiliki pasangan sehingga tak ada lagi yang memperhatikannya. Namun, sebelum mimpi itu terwujud, Yeny dan Khadijah Charity berharap bisa terus hadir dan membantu mereka yang membutuhkan uluran tangan. Ia juga berharap Khadijah Charity semakin luas lagi menebar manfaat. Karena menurut Yeny, kagiatan dan aksi sosial merupakan salah satu syiar yang ingin ditempuh oleh para anggota Khadijah Charity, dan semoga bisa tetap istiqamah menjalaninya.